Mental Bangsa VS Televisi

Setelah beberapa kali membaca artikel mengenai strategi dalam perusahaan, semakin menambah pemahan akan bagimana alur sebuah perusahaan untuk bisa memenangkan kompetisi dengan rivalnya. Bgaimana perusahaan bisa dengan tepat mengetahui keinginan konsumen, dan merealisasikanya dalam bentuk produk.
Perusahaan yang sehat tentu memiliki strategi yang ampuh untuk lebih membesarkan perusahaanya, dan tentunya strategi tersebut juga dipengaruhi oleh visi dan misi dari perusahaan selain dari aspek pencarian keuntungan. Apabila visi dan misinya adalah untuk bisa bermanfaat demi kemaslahatan masyarakat, tentunya strategi yang dibangun akan lebih dekat pada bagimana bisa berkontribusi pada masyarakat. Perusahan stasiun televisi misalnya, apabila memiliki visi dan misi untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa, tentunya akan banyak menampilkan siaran-siaran yang bertajukkan pembinaan terhadap masyarakat.

Fenomena yang terjadi di negeri ini, bahwa banyak stasiun televisi yang hanya mengikuti tren yang ada di masyarakat. Memang sebuah strategi perusahaan yang bagus karena memiliki kepekaan akan keingunan konsumen, dan bisa merealisasikanya dalam bentuk produk. Akan tetapi karena hanya memngikuti tren tanpa ada keinginan untuk turut mengentaskan kebodohan di negeri ini, akhirnya siaran-siaran yang tidak mendidikpun menjadi siaran yang menghiasi prime time di kebanyakan televisi di negeri ini.

Mulai dari sinetron dengan kehidupan hedonis sebagai ciri khasnya, sampai filem-filem religius yang dinodai dengan klenik-isme, semua bisa dinikmati oleh siapa saja dan hampir dimana saja. Masih teringat acara-acara pengisi sahur pada bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, acara yang didesain untuk menemani umat muslim dalam melakuakn santap sahur tersebut banyak dihiasi dengan siraman rohani dan nasihat-nasihat. Tapi sekarang, cuma kuis dengan banyolan-banyolan yang kadang tidak Islami dan tidak mengandung unsur pendidikan satu pun.

Walaupun banyak stasiun televisi yang memberikan rating untuk acara-acara yang mereka tayangkan, tapi tidaklah mungkin setiap saat orangtua bisa menemani putra-putrinya menonton acara dengan rating “BO” apalagi “Dewasa”. Acara dengan rating tersebut akan dicerna mentah-mentah oleh anak-anak yang belum bisa membedakan mana kejadian nyata, dan mana yang hanya tipuan kamera. Mental penerus bangsa ini banyak dipertruhkan dengan adanya acara-acara yang tidak mengedepankan unsur pendidikan. Jangan hanya salahkan mereka ketika mereka pendendam, jikalau televisi masih banyak menayangkan adegan tentang balas dendam. Jangan hanya salahkan mereka ketika begitu percaya dengan klenik, jikalau para Kyai masih saja digambarkan dengan tasbih saktinya.

Buruknya kualitas mental bangsa ini, tidak mungkin hanya karena kesalahan metode pendidikan formal yang ada. Tapi lebih mungkin dikarenakan buruknya lingkungan tempat generasi muda negeri ini tumbuh. Televisi sebagai salah satu media massa, tentu sangat besar pengaruhnya dalam menentukan baik buruknya suatu lingkungan. Mudah-mudahan, Perusahaan pertelevisian di negeri ini menyadari, tanggung jawab pembinaan mental yang secara tidak langsung terpikul dipundaknya.

5 Responses to “Mental Bangsa VS Televisi”

  1. demoetz Says:

    sepakat pak!!!
    acara tv saat ini banyak yang tidak mendidik… terutama sinetron2 indonesia. cerita yang disajikan selalu mengambil tema yang sama, serta alur cerita yang selalu hampir sama juga. apakah ini bukti minimnya kreativitas anak bangsa? :p

  2. dr Says:

    Hahahahahaha… pihak televisi mah, nggak perduli atuh… asalkan bisa menghasilkan profit (meskipun RCTI yang berani berkoar tidak menampilkan tayangan berbau klenik), selama dunia opera sabun televisi masih dikuasai raam punjabi dkk, kritik diatas dianggap gonggongan anjing…

  3. Esoteric Escapade Says:

    saya rasa sudah berjuta orang cerdas yg berpikiran seperti anda tetapi (sayangnya) mereka malas bersuara. jadi..ya yg keluar hanya sebatas kritikan seperti ini saja. seandainya semua orang dengan pemikiran yg sama itu mau stand up and speak out mungkin kemerosotan kualitas mental yg anda bilang bisa kita cegah. but then again…semua tergantung orang2 yg punya power di atas sana bukan? krn sepertinya mereka sudah nggak punya consciousness untuk menjaga kesehatan mental manusia…

  4. kakilangit Says:

    1. demoetz: makanya aku g suka nonton sinetron indonesia 😀

    2. dr: itu dia, mental mereka tuh masih mental bisnismen yang cuman nyari keuntungan sebesar2nya dengan modal sekecil2nya, bukan bisnismen yang nyari duit sekalian memberikan manfaat sebesar2nya dengan modal yang sebesar2nya :p

    3. Esoteric Escapade: hehehe..sayangnya diantara yang sejuta itu ga ada yang jadi pemerintah 😀 klo adapun dah g punya instrumen lagi buat ngontrol media massa. kayaknya departemen penerangan perlu diadain lagi deh..ane g mampu bicara sendiri di luar, makanya nulis di blog, soalnya baru bisa bersuara lewat sini seh. itung2 buat pewacanaan publik, sapa tau klo isunya udah masif tinggal di ajak gerak aja yang lain,

  5. Fahranism ! Sinetron Makan Korban « Says:

    […] angkara-murka di bumi ini. Yang jelas ini yang kedua di blog ini setelah tulisan ini. Wes gak usah ba-bi-bu lagi, sinetron Indonesia memang bangsat bejat. […]


Leave a reply to Fahranism ! Sinetron Makan Korban « Cancel reply