Responsivitas Dalam Berorganisasi

Menyenangkan memang menjadi mahasiswa, bisa banyak belajar tentang berbagai hal yang baru. Termasuk dalam berorganisasi. Berkecimpung dalam dunia yang satu ini bisa dikatakan senang-senang susah. Tidak ada kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan ketika menggeluti ormawa, karena rasanya memang ada diantara suka dan duka 😀 persis seperti eksistensinya, yang berada di antara dunia politik dan organisasi suka cita di OSIS.

Banyak orang yang ahirnya masuk ke dunia politik setelah menginjakan kaki di ormawa. Faktanya cari sendiri deh 😀

Tapi di artikel ini, tidak banyak dibahas mengenai kiat untuk sukses dengan menjadikan pengalaman organisasi semasa kuliah sebagai “tiket” untuk lebih sukses di karir politik. Tapi akan banyak disinggung mengenai organisasi itu sendiri, apa kebutuhanya dan bagaimana implementasinya. [langit: tingkat kebenaran 100%]

Ketika kita memandang organisasi sebagai ajang latihan, tentu kita juga harus tekankan juga bahwa dalam proses latihanpun kita tidak boleh asal-asalan, apalagi sampai main-main. Berkiprah dalam organisasi layak dicoba, tapi bukan untuk coba-coba. Mengingat begitu banyak aspek pembelajaran yang akan kita tangkap disana. apalagi ketika kita berusaha membawa organisasi yang kita geluti menuju organisasi yang ideal.

Satu hal yang paling spontan muncul di kepalaku ketika mendengar kata organisasi ideal adalah responsif. Walaupun sifat responsif masih merupakan pilihan bagi sebuah organisasi.

Responsif yang dimaksud adalah peka terhadap segala perubahan, dan sigap dalam menentukan sikap.

Pertanyaanya adalah: kenapa kata responsif yang muncul pertama kali di kepalaku? bukanya kata adil; bijaksana; dan profesional. Mari merenung sebentar…..(mungkin) kata-kata yang lain, sperti adil; bijaksana; dan profesional, tidak akan jadi bermakna ketika kita tidak sigap dalam menyampaikanya.

Selain itu, dalam berorganisasi kita perlu melihat siapa stake holder yang sebenarnya. masyarakat kan? atau ketika organisasinya level kampus ya mahasiswa itu sendiri.

Contoh extrem-nya: ketika ada chaos di masyarakat pada sebuah organisasi, maka penyikapan mengenai permasalahan tersebut harus cepat dan tanggap. Jangan sampai masyarakat keburu bosan karena menunggu kebijakan yang mungkin pada ahirnya belum tentu bijak.

Responsifitas suatu organisasi sangat bergantung pada kecepatan para leader organisasi tersebut dalam mengambil keputusan.

Masyarakat yang menunggu sangat mungkin untuk berprasangka buruk, akan tetapi masyarakat yang terlalu banyak diobral janji mengenai pemecahan suatu masalah, tanpa realisasi yang jelas, juga hanya akan menimbulkan preseden buruk terhadap organisasi tersebut. Dan keduanya bisa memicu permasalahn yang lain, dan begitu seterusnya sampai membentuk reaksi berantai yang panjang. Jadilah bom atom yang hanya akan menghancurkan organisasi tersebut tanpa sisa.

So..ketika mengejar keidealan sebuah organisasi, maka organisasi itu haruslah responsif. Ketika memang belum menemukan solusi tentang suatu masalah, komunikasikan ! lebih baik lagi ketika melibatkan masyarakat yang dinaunginya untuk urun rembug. Dan ketika sudah mempunyai sikap dan pemecahan yang pas, implementasikan ! sehingga masyarakat bisa langsung merasakan efeknya. Karena organisasi yang ideal adalah organisasi yang responsif [langit: itu pendapatku :D]

13 Responses to “Responsivitas Dalam Berorganisasi”

  1. wardhani Says:

    saya sepakat dg keharusan sebuah organisasi harus ada responsivitas termasuk dlm upaya problem solving di sebuah masyarakat yang ada di sekitarnya.
    Idealnya memang begitu. Tetapi riilnya banyak anggota organisasi dan organisasi itu sendiri yang kelelahan atau kehabisan tenaga di tengah2 tugas. Akhinya nggak selesai, nggak tuntas proses pendampingannya. Belum lagi kadang ada pertentangan intern. Apalagi organisasi yg sifatnya konsorsium.

    hmm.. pertentang intern memang bagian dari proses pendewasaan organisasi. Akan tetapi jika kita tak cerdas mengelolanya maka hanya akan menghabiskan tenaga dan sia-sia. Jadi nggak perlu.

    Keep on fighting for justice and democracy!!
    Tangan terkepal maju ke muka!! 🙂

  2. d-nial Says:

    Pilih mana organisasi yang response timenya lemot atau malah response time-nya cepet, tapi cuman lips service?
    Atau organisasinya yang response time-nya biasa, tapi solutif?

  3. kakilangit Says:

    wardhani:
    makanya itu mbak, management resource organisasinya harus tepat. job desc-nya juga harus pas. biar g ada yang kelelahan. biar semua lini bisa maksimal menangani tugas mereka.

    d-nial:
    g pilih semua :-p harusnya bisa cepet dan solutif. btw opsimu gak adil Dan, harusnya: respon cepet tapi omong thok VS respon lemot tapi solutif.

  4. arul Says:

    responsivitas harus disertai motivasi tentunya

  5. rumahfrandi Says:

    samakah responsif dengan reaktif?

  6. kakilangit Says:

    kalo menurutku sih sama, responsif dan reaktif merupkan kata untuk menggambarkan suatu tindakan yang dilkukan untuk menindak lanjuti tindakan/isu yang lain.

  7. rumahfrandi Says:

    Pernah suatu ketika, ada yang ga terima ketika kubilang organisasinya harus lebih reaktif.
    “…Kami g mau jadi reaktif, yang hanya nunggu faktor eksternal untuk bergerak. Kami organisasi yang aktif, yang inisiatif bergeraknya ada pada kami sendiri…”
    Gitu katanya…

  8. kakilangit Says:

    wah itu boleh juga 😀 lebih sakti lagi. bisa memprediksi sesuatu masalah dan menyelesaikanya, yang mana permasalahan tersebut belum muncul di permukaan.

  9. arul Says:

    tidak responnya sebuah organisasi, atau belum responnya sebuah organisasi bisa jadi bukan tidak mau beraksi atas suatu permasalahan. tetapi memberikan pelajaran bagi anggota-anggotanya biarkan mereka dulu yang beraksi dalam artian menguji sensitifitas anggota-anggotanya.
    Jika teryata tidak direspon blasst baru pemimpin menindakinya langsung.

    dalam sebuah organisasi memang perlu pembelajaran yang tepat, kapan mendampingi anggota, kapan melepas anggota, kapan memberikan arahan, kapan memberikan amanah. kapan2.. dan sebagainya ….
    makanya berorganisasi itu merupakan hati yang harus tetap dikontrol dengan hati

  10. kakilangit Says:

    bagaimana jika ternyata anggotanya yang sedang menguji sensitivitas para pembesar organisasi. Karena kebanyakan, permasalahan timbul dari bawah, dan anggota lebih dulu mengetahui dan merasakan, akan tetapi para pembesar yang duduk di atas terlambat mengetahui permasalahan tersebut.

  11. arul Says:

    mari kita sama2 belajar baik itu atasan maupun bawahan….
    terkadang bawahan lebih paham memang wajar… tetapi sehatnya organisasi jika semuanya berperan

  12. robison Says:

    bagus juga tuh,.berorganisasi dengan punya respon tinggi terhadap lingkungan,..tapi jangan lupa juga,,kita harus paham apa yang kita lakukan,jangan sampe ikut organisasi cuma jadi sampah,tapi belajarlah untuk menjadi tukang sapu sampah,…

  13. Dede Farhan Aulawi Says:

    11 Cara Merawat Kesehatan Jiwa
    Oleh : Dede Farhan Aulawi

    Sahabat…
    …mungkin saya tak sempat berbagi makanan denganmu
    tapi izinkan ku berbagi pengetahuan untuk kita
    Pada kesempatan ini saya hanya ingin menyampaikan 11 Cara Hidup Sehat,
    berdasarkan pengalaman, yaitu :

    1. Makanan dan minuman yang paling sehat, bukanlah makanan dan minuman
    yang mahal dan enak, tetapi makanan yang bisa berbagi dengan mereka yang
    tak punya, yang terdiam dalam lapar, dan dahaga dalam haus.

    2. Make up terbaik bukanlah make up mahal dari salon ternama, tapi make up
    yang bisa membuat kita tersenyum tulus pada sesama

    3. Tugas terberat bukanlah tugas lembur sampai pagi dan mempertaruhkan
    nyawa, tapi belajar dan belajar untuk mengendalikan nafsu yang dimiliki,
    terlebih manakala kita dimarahi dan di-dzolimi tanpa sebab yang jelas

    4. Pakaian yang menarik bukanlah pakaian yang bermerk terkenal, tapi
    pakaian yang bisa kita berikan pada mereka yang menggigil kedinginan, dan
    penuh keterbatasan

    5. Sepatu terbaik bukanlah sepatu dari negara maju, tapi sepatu yg bisa
    menjadi alas kaki bagi kaum papa tak berdaya, bagi anak – anak miskin yang
    ingin sekolah, bagi mereka yang kepanasan karena aspal jalanan

    6. Rumah terbagus bukanlah rumah mewah dan megah, tapi rumah yang
    senantiasa dihiasi oleh kalimah – kalimah thoyibah, serta menjadi
    pelindung bagi kaum miskin dan yatim yang sangat membutuhkan tempat tuk
    berteduh

    7. Kendaraan terbaik bukan kendaraan keluaran terbaru, tapi kendaraan yang
    senantiasa mendekatkan kita tuk berbuat kebaikan, kendaraan yang bisa
    mengantarkan kita ke tempat – tempat ibadah menuju ridlo-Nya

    8. Kepandaian yang terbaik bukanlah pengetahuan luas tanpa batas, tapi
    pengetahuan yang bisa dibagi untuk mereka yang memerlukannya, dan bisa
    memberi secercah harapan dalam meraih masa depan yang mereka impikan

    9. Wajah yang tercantik/ tampan bukanlah wajah putih mulus tanpa jerawat,
    tetapi wajah yang senantiasa berhiaskan air mata tobat manakala berbuat
    salah, dan wajah – wajah ikhlas dalam menerima segala ketentuan-Nya

    10. Bibir terindah bukanlah bibir merah bak buah delima yang merekah, tapi
    bibir yang senantiasa basah menyebut asma-Nya, meng-agungkan
    kebesaran-Nya, dan bibir yang senantiasa menghindarkan diri dari dusta dan
    menyakitkan orang lain

    11. Mata yang paling menarik bukanlah mata hitam, hijau atau biru, tetapi
    mata yang senantiasa tersentuh ketika melihat penderitaan dan kesulitan
    orang lain, dan segera berbuat sesuai kemampuan yang dimiliki.

    Sahabat…
    Itulah sedikit kilasan ilmu kejiwaan yang bisa saya sampaikan
    Semoga bisa memberi manfaat yang bisa direnungkan
    Sekaligus menjadi renungan yang bermanfaat. Amin
    Tak lupa saya sampaikan maaf…bila ada tulisan yang tak berkenan

    Bandung, 25 Februari 2008
    Kang De / 0813-2020-9550


Leave a reply to wardhani Cancel reply